Sabtu, 10 Maret 2012

Teori Media I


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Teori adalah sebuah cara untuk melihat fakta, menyusun dan menunjukannya. Teori merupakan sebuah tafsiran sehingga mempertanyakan kegunaan sebuah teori lebih bijaksana daripada mempertanyakan kebenarannya. Kebenaran seperti apapun dapat diperlihatkan melalui beragam cara, tergantung pada oreintasi ahli teorinya.
Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan dimana komunikan akan memberikan umpan balik kepada komunikator sebagai umpan balik atau tanggapan dari pesan yang di terimanya. Komunikasi dapat berupa komunikasi internal dan ekternal, komunikasi internal merupakan sebuah komunikasi yang dilakukan seorang individu terhadap dirinya sendiri mengenai apa yang hendak dilakukan. Sedangkan komunikasi eksternal merupakan komunikasi seorang individu dengan orang lain seperti halnya percakapan yang kita lakukan dalam sehari – hari.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis dapat  mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Teori Media – sosiokultural?
2.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Teori pengembangan – sosiopsikologis?
3.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Opini public dan teori spiral keheningan sibernetika?

C.    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari penyusunan makalah ini, antara lain:
1.      Diharapkan makalah ini dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut.
2.      Dengan makalah ini dimaksudkan untuk dapat memberi pemahaman tentang Teori Media
3.      Diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penyusunan makalah pada masa yang akan data.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori Media
Adanya media tertentu seperti televisi memengaruhi bagaimana kita berpikir tentang dan merespons pada dunia. Sementara media bekerja media bekerja dalam berbagai cara untuk segmen-segmen masyarakat yang berbeda, audiens tidak semuanya terpengaruh, tetapi berinteraksi dalam cara yang khusus dengan media. Tesis ini dikembangkan dalam teori-teori yang diringkaskan dalam bagian berikut.
1.      Teori Media klasik
Marshall McLuhan, seorang tokoh terkemuka dalam penelitian budaya populer pada tahun 1960-an, menarik perhatian karena gaya penulisannya yang tidak biasa dan gagasannya yang mengejutkan dan menggugah pemikiran. Walaupun rincian teori McLuhan sering kali ditolak dalam media yang umum, tesisnya telah menerima penerimaan secara luas: media, terpisah dari apa pun isi yang disampaikannya, pengaruh individu ataupun masyarakat. Gagasan ini dalam berbagai bentuknya adalah apa yang kita sebut dengan “Teori Media”. Televisi memengaruhi anda terlepas dari apa yang anda tonton. Dunia maya memengaruhi masyarakat, terlepas dari situs yang orang kunjungi. Media pribadi (misalnya iPod) mengubah masyarakat, terlepas dari pilihan lagu yang dibuat oleh penggunanya.
McLuhan bukanlah orang pertama yang menulis tentang gagasan ini. Sebenarnya, gagasannya sangat dipengaruhi oleh karya pengajarnya, Harold Adams Innis yang mengajarkan bahwa media komunikasi adalah intisari peradaban dan bahwa sejarah diarahkan oleh media yang menonjol pada masanya. Bagi McLuhan dan Innis, media merupakan perpanjangan pikiran manusia, jaadi media yang menonjol dalam penggunaan mebiaskan masa historis apapun. Media berat yang kuno seperti gulungan naskah, tanah liat, atau batu sangat kuat dan karenanya mengikat waktu (time binding) karena dapat bertahan sangat lama. Sesuatu yang ditulis diatas batu biasanya kuat, tidak berubah, dan tahan lama, tapi sulit untuk dipindahkan dan kurang mengikat bagi banyak orang dalam area yang luas. Karena memudahkan komunikasi dari satu generasi ke generasi lainnya dan tidak banyak berubah, media yang mengikat waktu dibiaskan terhadap tradisi. Sebaliknya media yang mengikat ruang dan waktu (space binding) seperti kertas biasanya ringan dan mudah dipindahkan, sehingga dapat memudahkan komunikasi dari satu tempat ke tempat lain, mendorong pembangunan kerajaan, birokrasi yang besar, dan militer.
Karena menghasilkan satu suara pada satu waktu, suara sebagai media mendorong manusia untuk mengatur pengalaman mereka secara kronologis. Suara juga memerlukan penegtahuan serta tradisi dan karenanya mendukung komunitas dan hubungan. Media tertulis yang disusun secara spasial menghasilkan budaya yang berbeda. Pengaruh pengikat dari tulisan yang menghasilkan minat dalam otoritas politik dan pertumbuhan kerajaan. Tesis McLuhan adalah bahwa manusia beradaptasi terhadap lingkungan melalui keseimbangan atau rasio pemahaman tertentu, dan media utama dari masa tersebut menghadirkan rasio pemahaman tertentu yang memengaruhi persepsi. McLuhan memandang setiap media sebagai sebuah perpanjangan pikiran manusia: “Roda….adalah perpanjangan dari kaki. Buku adalah perpanjangan mata…. Pakaian, sebuah perpanjangan kulit…. Sirkuit listrik, sebuah perpanjang system syaraf sentral.
Donald Ellis memberikan satu tatanan preposisi yang mewakili sebuah sudut pandang kontemporer pada gagasan dasar Innis dan McLuhan. Ellis mencatat bahwa media yang terbesar pada suatu waktu akan membetuk prilaku dan pemikiran. Ketika media berubah, demikian juga dengan cara berpikir kita, cara kita mengatur informasi, dan berhubungan dengan orang lain. Ada perbedaan yang tajam antara media lisan, tulisaan, dan elektronik, masing-masing dengaan pengaruh yang berbeda dalam bagaimana kita berinteraksi dengan setiap media.
Komunikasi lisan sangat fleksibel dan organis. Pesan-pesan yang disampaikan lisan sangat cepat dan bersifat sementara, sehingga individu dan kelompok harus menyimpan informasi dalam pikiran mereka dan memberikannya lagi melalui pembicaraan.
Tulisan dan khususnya penemuan percetakan, menyebabkan perubahan mendalam pada masyarakat. Ketika anda menulis sesuatu, anda dapat memisahkannya dari waktu. Anda dapat memanipulasinya, mengubahnya, menyuntingnya, dan menyebarkan ulang tulisan tersebut. Dengan kata lain, anda dapat “menggunakan” informasi dan pengetahuan dalam cara yang tidak mungkin dilakukan dalam tradisi lisan.
Pergeseran lain terjadi ketika media elektronik muncul ke permukaan. Media elektronik seperti televisi dapat cepat dan bersifat sementara, tetapi tidak terikat dengan tempat tertentu karena dapat disiarkan secara luas. Media penyiaran memperluas persepsi anda dimana pun anda berada pada suatu waktu, menciptakan apa yang McLuhan sebut dengan desa global.
Jika komunikasi lisan menciptakan budaya komunitas dan komunikasi tulisan menciptakan sebuah budaya kelas, maka komunikasi elektronik menciptakan sebuah budaya “sel” atau kelompok yang saling bersaing untuk mempromosikan ketertarikan mereka.
Pergeseran lain munculnya dunia maya dan teknologi yang terkait dan komunikasi dengan media computer telah menciptakan bentuk realitas tambahan. Pergeseran ini mengacu pada apa yang saat ini dikenal dengan “media baru”. Walaupun McLuhan dan pengajarnya mulai mengenali berbagai lingkungan media dan pengaruh potensialnya, pergeseran yang terjadi dari media penyiaran ke media interaktif dengan munculnya dunia maya membawa lingkungan media ke permukaan, dengan minat baru dalam teori media antara peneliti komunikasi.
2.      Teori Media Baru
Pada tahub 1990, Mark Poster meluncurkan buku besarnya, The Second Media Age, yang menandai periode baru dimana teknologi interaktif dan komunikasi jaringan, khusunya dunia maya akan mengubah masyarkat.
Mungkin ada dua pandangan yang dominan tentang perbedaan antara era media pertama, dengan penekanannya pada penyiaran, dan era media kedua, dengan penekanannya pada jaringan. Kedua pandangan tersebut adalah pendekatan interaksi social dan pendekatan integrasi social.
·         Pendekatan interaksi social
Membedakan media menurut seberapa dekat media dengan model interaksi tatap muka. Bentuk media penyiaran yang lebih lama dikatakan lebih menekankan pada penyeabaran informasi yang menguarani peluang adanya interaksi. Media tersebut dianggap sebagai media informasional dan karenanya menjadi mediasi realistas bagi konsumen. Sebalinya, media baru lebih interaktif dan menciptakan sebuah pemahaman baru tentang komunikasi pribadi.
Cara kedua yang membedakan media adalah dengan integrasi social. Pendekata ini menggambarkan media bukan dalam bentuk informasi, interaksi, atau penyebarannya, tetapi dalam bentuk ritual atau bagaimana manusia menggunakan media sebagai cara menciptakan masyarakat. Media bukan hanya sebuah instrument komunikasi  atau cara untuk mencapai ketertarikan diri, tetapi menyatukan kita dalam beberapa bentuk masyarakat dan memberi kita rasa saling memiliki. Setiap media memiliki potensi untuk ritual dan integrasi, tetapi media menjalankan fungsi ini dalam cara yang berbeda.
Sebaliknya kita menggunakan media sebagai semacam ritual bersama yang membuat kita merasa sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri kita. Media diritualkan karena media menjadi kebiasaan, sesuatu yang formal, dan memiliki nilai yang lebih besar dari penggunaan media itu sendiri.
·         Teori penyusunan agenda
Penyusunan agenda membentuk gambaran atau isu yang penting dalam pikiran masyarakat. Penyusunan agenda terjadi karena media harus selektif dalam melaporkan berita. Ada dua tingkatan penyusunan agenda. Pertama, menentukan isu-isu umum yang dianggap penting, dan yang kedua menentukan bagian atau aspek dari isu-isu tersebut yang dianggap penting.
Fungsi penyusunan agenda adalah
1.      Prioritas isu-isu yang akan dibahas dalam yang akan dibahas dalam agenda media harus diatur.
2.      Agenda media memengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang masyarakat pikirkan, menciptakan agenda masyarakat.
3.      Agenda masyarakat memengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang para pembuat kebijakan anggap penting disebut agenda kebijakan.
·         Penelitian Media Tindakan Sosial
Gerald Schoening dan James Anderson menyebut pendekatan berdasarkan masyarakat dengan penelitian media tindakan social dan mereka menggarisbawahi enam dasar pemikiran dari penelitian ini.
1.      Makna tidak ada dalam pesan itu sendiri, tetapi dihasilkan oleh sebuah proses interpretative di dalam audiens.
2.      Bahwa makna pesan-pesan media dan program tidak dintentukan secara pasif tetapi dihasilkan secara aktif oleh audiens.
3.      Bahwa makna media terus bergeser ketika anggota mendekati media dalam cara yang berbeda.
4.      Makna sebuah program atau pesan tidak pernah ditentukan sendiri tapi bersifat komunal.
5.      Tindakan yang menentukan pemaknaan kelompok untuk isi media dilakukan dalam interaksi antaranggota kelompok.
·         Tradisi Pengaruh
Teori tentang komunikasi massa telah mangalami perkembangan yang besar pada abad ini. sebelumnya, para peneliti percaya pada “peluru ajaib” teori pengaruh komunikasi. Individu diyakini sangat terpengaruh oleh pesan-pesan media karena media dianggap sangat kuat dalam membentuk opini masyarakat. Menurut model ini, jika anda mendengar radio  bahwa anda harus membeli asuransi mobil Geiko, anda akan melakukannya.
B.     Teori Pengembangan
Penelitian yang dilakukan oleh George Gerbner dan rekan-rekannya – teori pengembangan – menyatakan bahwa televisi menghadirkan cara untuk memandang dunia. Melalui penelitian mereka tentang televisi, mereka telah mengembangkan apa yang mereka sebut dengan teori pengembangan (cultivation theory).
·         Penggunaan, Kepuasan, dan Ketergantungan
Salah satu teori yang paling populer tentang komunikasi massa adalah pendekatan penggunaan dan kepuasan (uses-and-gratification). Pendekatan ini berfokusa pada konsumen – anggota audiens – ketimbang pada pesanny. Tidak seperti tradisi pengaruh yang kuat, pendekatan ini menganggap audiens sebagai pengguan yang berbeda.
·         Teori Nilai Dugaan
Philip Plagreen menciptakan sebuah penjabaran dari teori ini berdasarkan pada penelitiannya sendiri, penelitian Karl Rosengren, dan yang lainnya. Teori ini menerapkan teori nilai dugaan (expectancy calue theory). Kepuasan yang anda cari dari media ditentukan oleh sikap anda terhadap media – keyakinan anda tentang media tertentu apa yang dapat memuaskan anda – dan penilaian.

·         Teori Ketergantungan
Pendekatan penggunaan dan kepuasan adalah sebuah teori pengaruh terbatas. Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur adalah yang pertama kali mengusulkan teori ketergantungan.
Sejalan dengan teori penggunaan kepuasan, teori ketergantungan memperkirakan bahwa anda bergantung pada informasi media untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, anda tidak bergantung pada semua media. Ada dua factor yang menentukan akan seberapa bergantungnya anda media menurut Ball-Rokeach dan DeFleur.
Pertama, anda akan menjadi lebih bergantung pada media yang memenuhi beberapa kebutuhan anda daripada media yang hanya sedikit memuaskan saja. Media bisa menjalankan beberapa fungsi, seperti memantau aktivitas pemerintah, melaporkan berita, dan memberikan hiburan.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah stabilitas social. Ketika perubahan social dan konflik meningkat, institusi, keyakinan, dan kegiatan yang sudah terbentuk mulai ditentang, mendorong adanya penilaian ulang dan mungkin pilihan-pilihan baru yang terkait dengan konsumsi media.
C.    Opini masyarakat dan Spiral Ketenangan
Bahasan tentang opini masyarakat telah menjadi masalah besar dalam ilmu politik. Masalah ini didefinisikan sebagi opini yang diungkapkan secara umum, opini yang menyangkut urusan masyarakat sebagai sebuah kelompok aluh-laih beberapa kelompok individu yang lebih kecil. Teori Elisabeth Noelle-Neumann tentang “spiral ketenangan” meneruskan analsis ini dengan menunjukkan bagaimana komunikasi interpersonal dan media berjalan bersama dalam perkembangan opini masyarakat.
Noellle-Neumann mengamati bahwa dalam pemilihan, pandangan-pandangan tertentu nampaknya mendapatkan lebih banyak peran daripada pandangan lain. Kadang-kadang manusia menyimpan opini mereka daripada membicarakannya. Noelle-Neumann menyebutnya Spiral Ketenangan (spiral of silence). 
Pengaruh media pada opini masyarakat bersifat kumulatif daan tidak selalu nyata.
BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Adanya media tertentu seperti televisi memengaruhi bagaimana kita berpikir tentang dan merespons pada dunia. Sementara media bekerja media bekerja dalam berbagai cara untuk segmen-segmen masyarakat yang berbeda, audiens tidak semuanya terpengaruh, tetapi berinteraksi dalam cara yang khusus dengan media. Tesis ini dikembangkan dalam teori-teori yang diringkaskan dalam bagian berikut.
2.      Penelitian yang dilakukan oleh George Gerbner dan rekan-rekannya – teori pengembangan – menyatakan bahwa televisi menghadirkan cara untuk memandang dunia. Melalui penelitian mereka tentang televisi, mereka telah mengembangkan apa yang mereka sebut dengan teori pengembangan (cultivation theory).
3.      Bahasan tentang opini masyarakat telah menjadi masalah besar dalam ilmu politik. Masalah ini didefinisikan sebagi opini yang diungkapkan secara umum, opini yang menyangkut urusan masyarakat sebagai sebuah kelompok aluh-laih beberapa kelompok individu yang lebih kecil. Teori Elisabeth Noelle-Neumann tentang “spiral ketenangan” meneruskan analsis ini dengan menunjukkan bagaimana komunikasi interpersonal dan media berjalan bersama dalam perkembangan opini masyarakat.



B.   

Tasawuf Ahlaqi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang masalah
Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata “Sufi”. Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari “Ashab al-Suffa” (“Sahabat Beranda”) atau “Ahl al-Suffa” (“Orang orang beranda”), yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.
Menurut Amin Syukur, ada dua aliran dalam tasawuf. Pertama, aliran tasawuf sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkatan rohaniah) mereka pada dua sumber tersebut. Kedua, aliran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat kompromi, dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf yang berbau filsafat ini idak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf; dan juga tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai filsafat.
Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang Tasawuf Ahlaqi beserta ajaran-ajaran yang ada di dalamnya, dan para tokoh ulama yang mengajarkan ajaran tasawuf ahlaqi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis dapat  mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Tasawuf Ahlaqi?
2.      Mengetahui apa saja isi dari ajaran Tasawuf Ahlaqi?
3.      Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Tasawuf Ahlaqi?

C.    Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari penyusunan makalah ini, antara lain:
1.      Diharapkan makalah ini dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut.
2.      Dengan makalah ini dimaksudkan untuk dapat memberi pemahaman tentang Tasawuf Ahlaqi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Tasawuf Ahlaqi
Tasawuf Akhlaqi adalah suatu ajaran yang menerangkan sisi moral dari seorang hamba dalam rangka melakukan taqorrub kepada tuhannya, dengan cara mengadakan pembersihan diri dari moral yang tidak baik, karena tuhan tidak menerima siapapun dari hamba-Nya kecuali yang berhati salim (terselamatkan dari penyakit hati).
Definisi lain Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf akhlaqi adalah ajaran tasawuf yang inti pengajarannya mengarah pada penyucian segala sifat yang Allah tidak ridhoi, sehingga melahirkan komunitas manusia mulia di hadapan Allah dan makhluk-Nya.
B.     Isi Ajaran Tasawuf Ahlaqi
1. Takhalli
Takhalli atau penarikan diri berati menarik diri dari perbuatan-perbuatan dosa yang merusak hati. Definisi lain mengatakan bahwa, Takhalli adalah membersihkan diri sifat-sifat tercela dan juga dari kotoran atau penyakit hati yang merusak. Takhalli juga berarti mengosongkan diri sikap ketergantungan terhadap kelezatan duniawi.
Dari definisi takhali di atas, dapat dinyatakan bahwa takhalli ini dapat dicapai dengan menjauhkan diri dari kemaksiatan, kelezatan atau kemewahan dunia, serta melepaskan diri dari hawa nafsu yang jahat, yang kesemuanya itu adalah penyakit hati yang dapat merusak. Menurut kelompok sufi, maksiat dibagi menjadi dua, yakni maksiat lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir adalah segala bentuk maksiat yang dilakukan atau dikerjakan oleh anggota badan yang bersifat lahir. Sedangkan maksiat batin adalah berbagai bentuk dan macam maksiat yang dilakukan oleh hati, yang merupakan organ batin manusia.
Pada hakekatnya, maksiat batin ini lebih berbahaya dari pada maksiat lahir. Jenis maksiat ini cenderung tidak tersadari oleh manusia karena jenis maksiat ini adalah jenis maksiat yang tidak terlihat, tidak seperti maksiat lahir yang cenderung sering tersadari dan terlihat. Bahkan maksiat batin dapat menjadi motor bagi seorang manusia untuk melakukan maksiat lahir. Sehingga bila maksiat batin ini belum dibersihkan atau belum dihilangkan, maka maksiat lahir juga tidak dapat dihilangkan.
Kelompok sufi beranggapan bahwa penyakit-penyakti dan kotoran hati yang sangat berbahaya tersebut dapa menjadi hijab  untuk dapat dekat dengan Tuhan. Sehingga agar mudah menerima pancaran Nur Illahi dan dapat mendekatkan diri dengan Tuhan maka hijab tersebut haruslah dihapuskan dan dihilangkan. Yakni, dengan berusaha membersihkan hati dari penyakit-penyakit hati dan kotoran hati yang dapat merusak. Upaya pembersihan hati ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
ü  Menghayati segala bentuk ibadah, agar dapat memahaminya secara hakiki
ü  Berjuang dan berlatih membebaskan diri dari kekangan hawa nafsu yang jahat dan menggantinya dengan sifat-sifat yang positif.
ü  Menangkal kebiasaan yang buruk dan mengubahnya dengan kebiasaan yang baik.
ü  Muhasabah, yakni koreksi terhadap diri sendiri tentang keburukan-keburukan apa saja yang telah dilakukan dan menggantinya dengan kebaikan-kebaikan.
2. Tahalli
Secara etimologi kata Tahalli berarti berhias. Sehingga Tahalli adalah menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji serta mengisi diri dengan perilaku atau perbuatan yang sejalan dengan ketentuan agama baik yang bersifat lahir maupun batin. Definisi lain menerangkan bahwa Tahalli berarti mengisi diri dengan perilaku yang baik dengan taat lahir dan taat batin, setelah dikosongkan dari perilaku maksiat dan tercela. Diterangkan pula bahwa Tahalli adalah menghias diri dengan jalan membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik.
Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap Takhalli. Dengan kata lain, Tahalli adalah tahap yang harus dilakukan setelah tahap pembersihan diri dari sifat-sifat, sikap dan perbuatan yang buruk ataupun tidak terpuji, yakni dengan mengisi hati dan diri yang telah dikosongkan aatu dibersihkan tersebut dengan sifat-sifat, sikap, atau tindakan yang baik dan terpuji. Dalam hal yang harus dibawahi adalah pengisian jiwa dengan hal-hal yang baik setalah jiwa dibersihkan dan dikosongkan dari hal-hal yang buruk bukan berarti hati harus dibersihkan dari hal-hal yang buruk terlebih dahulu, namun ketika jiwa dan hati dibersihkan dari hal-hal yang bersifat kotor, merusak, dan buruk harus lah diiringi dengan membiasakan diri melakukan hal-hal yang bersifat baik dan terpuji. Karena hal-hal yang buruk akan terhapuskan oleh kebaikan.
Pada dasarnya, jiwa manusia dapatlah dilatih, diubah, dikuasai, dan dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Dengan kata lain sikap, atau tindakan yang dicerminkan dalam bentuk perbuatan baik yang bersifat lahir ataupun dapat dilatih, dirubah menjadi sebuah kebiasaan dan dibentuk menjadi sebuah kepribadian. Sehingga, pengisian jiwa dengan hal-hal yang baik itu diawali dengan melatih diri dengan melakukan hal-hal yang baik, sehingga lama kelamaan hal-hal yang baik tersebut akan berubah menjadi kebiasaan, dan apabila secara berkelanjutan dilakukan hal-hal yang baik tersebut akan terbentuk menjadi suatu kebiasaan.
Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat Allah. Yaitu menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji. Apa bila jiwa dapat diisi dan dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji, hati tersebut akan menjadi terang dan tenang, sehingga jiwa akan menjadi mudah menerima nur Illahi karena tidak terhijab atau terhalang oleh sifat-sifat yang tercela dan hal-hal yang buruk Hal-hal yang harus dimasukkan, yang meliputi sikap mental dan perbuatan luhur itu adalah seperti taubat, sabar, kefakiran, zuhud ,tawakal, cinta, dan ma’rifah.
3. Tajalli
Tajalli adalah tahap yang dapat ditempuh oleh seorang hamba ketika ia sudah mampu melalui tahap Takhalli dah Tahalli. Tajalli adalah lenyapnya atau hilangnnya hijab dari sifat kemanusiaan  atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi atau fana segala sesuatu selain Allah, ketika nampak wajah Allah.
Tahap Tajalli di gapai oleh seorang hamba ketika mereka telah mampu melewati tahap Takhalli dan Tahalli. Hal ini berarti untuk menempuh tahap Tajalli seorang hamba harus melakukan suatu usaha serta latihan-latihan kejiwaan atau kerohanian, yakni dengan membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit jiwa seperti berbagai bentuk perbuatan maksiat dan tercela, kemegahan dan kenikmatan dunia lalu mengisinya dengan perbuatan-perbuatan, sikap, dan sifat-sifat yang terpuji, memperbanyak dzikir, ingat kepada Allah, memperbanyak ibadah dan menghiasi diri dengan amalan-amalan mahmudah yang dapat menghilangkan penyakit jiwa dalam hati atau dir seorang hamba.

Tahap Tajalli tentu saja tidak hanya dapat ditempuh dengan melakukan latihan-latihan kejiwaan yang tersebut di atas, namun latihan-latihan tersebut harus lah dapat ia rubah menjadi sebuah kebiasaan dan membentuknya menjadi sebuah kepribadian. Hal ini berarti, untuk menempuh jalan kepada Allah dan membuka tabir yang menghijab manusia dengan Allah, seseorang harus terus melakukan hal-hal yang dapat terus mengingatkannya kepada Allah, seperti banyak berdzikir dan semacamnya juga harus mampu menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat membuatnya lupa dengan Allah seperti halnya maksiat dan semacamnya.
Dapat pula diumpamakan pula bahwa, seorang yang mencari tuhan adalah seperti orang yang bercermin di depan sebuah kaca besar yang kotor. Kotoran dalam cermin itu diibaratkan sebahai sebuah hijab yang menghalanginya untuk melihat bayangannya dengan jelas, dan bayangan itu diibaratkan sebagai tuhan. Untuk dapat melihat bayangannya dengan jelas seseorang tidak perlu memindahkan cerminnya kekanan atau kekiri atau membeli cermin yang baru. Melainkan, seseorang tersebut hanya harus membersihkan kotoran tersebut untuk dapat melihat bayangannya dengan jelas. Dengan demikian, jelaslah bahwa untuk dapat membuka hijab antara manusia dengan Allah seseorang harus mampu membersihkan kotoran-kotaran yang terdapat dalam jiwanya dan menggantinya dengan perbuatan, sifat dan sikap yang terpuji dan baik agar hatinya tidak lagi tercemari dan terkotori oleh penyakit-penyakit jiwa yang dapat menjadi hijab antara seorang hamba dengan Allah.
4. Munajat
Munajat berarti melaporkan segala aktivitas yang dilakukan kehadirat Allah SWT. Maksudnya adalah dalam munajat seseorang mengeluh dan mengadu kepada Allah tentang kehidupan yang seorang hamba alami dengan untaian-untaian kalimat yang indah diiringi dengan pujian-pujian kebesaran nama Allah.
Munajat biasanya dilakukan dalam suasanya yang hening teriring dengan deraian air mata dan ungkapan hati yang begitu dalam. Hal ini adalah bentuk dari sebuah do’a yang diungkapkan dengan rasa penuh keridhoan untuk bertemu dengan Allah SWT.
Menurut kaum sufi, tangis air mata itu menjadi salah satu amal adabiyah atau , suatu riyadhah bagi orang sufi ketika bermunajat kepada Allah. Para kaum sufi pun berpandangan bahwa tetesan-tetesan air mata tersebut merupakan suatu tanda penyeselan diri atas kesalahan-kesalahan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Sehingga, bermunajat dengan do’a dan penyesalan yang begitu mendalam atas semua kesalahan  yang diiringi dengan tetesan-tetesan air mata merupakan salah satu cara untuk memperdalam rasa ketuhanan dan mendekatkan diri kepada Allah.
5. Muraqabah
Muraqabah menurut arti bahasa berasal dari kata raqib yang berarti penjaga atau pengawal. Muraqabah menurut kalangan sufi mengandung pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dalam keadaan diawasi-Nya. Muroqobah juga dapat diartikan merasakan kesertaan Allah, merasakan keagungan Allah Azza wa Jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi atau pun ramai.
Sikap muroqobah ini akan menghadirkan kesadaran pada diri dan jiwa seseorang bahwa ia selalu diawasi dan dilihat oleh Allah setiap waktu dan dalam setiap kondisi apapun. Sehingga dengan adanya kesadaran ini seseorang akan meneliti apa-apa yang mereka telah lakukan dalam kehidupan sehari-hari, apakah ini sudah sesuai dengan kehendak Allah ataukan malah menyimpang dari apa yang di tentukan-Nya.
Disamping itu ada satu istilah yang disebut dengan sikap mental muqorobah, yakni sikap selalu memandang Allah dengan mata hati (Vision of Heart). Sebaliknya, ia pun juga menyadari bahwa Allah juga melihatnya, mengawasinya, dan memandangnya dengan sangat penuh perhatian.
Ketika muroqobah dilakukan untuk menghadirkan kemantapan hati dan ketenangan batin seseorang dalam praktik mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini dikarenakan, bila sudah tertanam kesadaran bahwa seseorang selalu melihat Allah dengan hatinya dan ia sadar bahwa Allah selalu memandangnya dengan penuh perhatian maka seseorang tersebut akan semakin mantab untuk mengamalkan dan melakukan apa-apa yang diridloi oleh Allah sehingga batin nya akan semakin terbuka untuk dapat mendekatkan dirinya pada Allah.
Sikap mental muroqobah ini dapat digambarkan dalam sebuah cerita sufi, yakni ketika seorang muslim yang berjualan baju keliling diajak bersetubuh oleh seorang wanita biarawati nasrani. Ketika itu laki-laki muslim itu tengah menjajakan barang dagangannya kerumah biarawati tersebut. Kebetulan saat itu hanya ada mereka berdua, dan tak ada orang lain disana. Ketika itu pula seorang biarawati itu mengajak laki-laki muslim itu untuk bersetubuh. Dan laki-laki itupun terpengaruh oleh godaan setan, dia berkata “ia saya mau”. Namun ketika laki-laki muslim itu dan biarawati itu hampir melakukan persetubuhan, tiba-tiba tersadarlah dalam hati laki-laki tersebut, jika Allah tak pernah tidur dan selalu mengawasinya dengan penuh perhatian. Sat itu pula laki-laki muslim itu berkata “saya tak bisa melakukannya, saya takut dengan Allah karna dia selalu mengawasi saya”. Hingga akhirnya mereka tidak jadi bersetubuh dan laki-laki muslim itu meninggalkan rumah itu.
6. Muhasabah
Muhasabah seringkali diartikan dengan memikirkan, memperhatikan, dan memperhitungkan amal dari apa-apa yang ia sudah lakukan dan apa-apa yang ia akan lakukan. Muhasabah juga didefinisikan dengan meyakini bahwa Allah mengetahui segala fikiran, perbuatan, dan rahasia dalam hati yang membuat seseotang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah.
Di dalam muhasabah, seseorang terus-menerus melakukan analisis terhadap diri dan jiwa beserta sikap dan keadaannya yang selalau berubah-ubah. Orang tersebut menghisab dirinya sendiri tanpa menunggu hingga hari hari kebangkitan. Dalam muhasabah hal-hal yang perlu dipaerhatikan adalah menghisab tentang kebajikan dan kewajiban yang sudah dilaksanakan dan seberapa banyak maksiat yang sudah dilaksanakan. Apabila kemaksiatan lebih banyak dilakukan, maka orang tersebut harus menutupnya dengan kebaikan-kebaikan diringi dengan taubatan nasuha.
Dengan demikian sikap mental muhasabah dalah salah satu sikap mental yang harus ditanamkan dalam diri dan jiwa agar dapat meningkatkan kualitas keimanan kita terhadap Allah SWT. Sehingga sikap mental ini akan dapat meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT, dan membukakan jalan untuk menuju kepada Allah SWT.
C.    Tokoh-Tokoh Ajaran tasawuf Ahlaqi
1. Hasan Al- Bashri
            Hasan Al-Bashri, nama lengkapnya Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid yang sangat masyhur di kalangan tabi’in. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21H. (632M). dan wafat pada hari kamis bulan Rajab tanggal 10, tahun 110H (728M). Ia dilahirkan dua malam sebelum khalifah Umar bin Khattab wafat. Ia pun dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut menyaksikan peperangan badar dan 300 sahabat lainnya.
Dialah yang mula-mula menyediakan waktunya untuk memperbincangkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, usaha menyucikan jiwa Masjid Basrah. Ajaran-ajarannya tentang kerohanian senantiasa didasarkan pada Sunah Nabi.
Karir pendidikan Hasan Al-Bashri dimulai dari Hijaz. Ia berguru hampir kepada seluruh ulama disana. Bersama ayahnya, ia kemudian pindah ke Bashrah, tempat yang membuatnya masyhur dengan nama Hasan Al-Bashri dan puncak keilmuannya pun ia peroleh disana.
            Ajaran-ajaran Tasawuf Hasan Al-Bashri, yaitu:
a)      Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik daripada rasa tentram yang menimbulkan perasaan takut.
b)      Dunia adalah negeri tempat beramal. Barangsiapa bertemu dunia dengan perasaan benci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun, barangsiapa bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.
c)      Tafakur membawa kita kepada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya.
d)     Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati oleh suaminya.
e)      Oarng yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada di dua perasaan takut, yaitu; takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.
f)       Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal soleh.
2. Al-Ghazali
            Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’i Al-Ghazali. Secara singkat dipanggil Al-Ghazali atau Abu Hamid Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena dilahirkan di Ghazla, suatu kota di khurasan, Iran, pada tahun 450H/1058M, tiga tahun setelah kaum Saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad.


            Ajaran tasauf Al-Ghazali
Didalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Sunnah wa Al-Jamaah. Menurut Al-Ghazali, jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membesihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah. Ia berpendapat bahwa sosok sufi menempuh jalan kepada  Allah, perjalan hidup mereka adalah yang terbaik, jalan mereka adalah yang paling benar, dan moral mereka adalah yang paling bersih. Sebab gerak, dan diam mereka, baik lahir maupun batin, diambil dri cahaya kenabian. Selain cahaya kenabian di dunia ini tidak ada lagi cahaya yang lebih mampu memberi penerangan.
Al-Ghazali memberikan paham baru tentang ma’rifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (taqorrub ila Allah) tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya. Jalan menuju Ma’rifat adalah perpaduan ilmu dan amal, sedangkan buahnya adalah moralitas. Ringkasnya, Al-Ghazali patut disebut berhasil mendeskripsikan jalan menuju Allah Swt. Ma’rifat versi Al-Ghazali diawali dalam bentuk latihan jiwa, lalu diteruskan dengan mnempuh fase-fase pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan (maqamat) dan keadaan (ahwal).
Oleh karena itu, Al-Ghazali mempunyai jasa besar dalam dunia Islam. Dialah yang mampu memadukan antara ketiga kubu keilmuan Islam, yakni tasawuf, fiqih, dan ilmu kalam. Yang sebelumnya banyak menimbulkan terjadinya ketegangan. 






BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan

Isi dari ajaran Tasawuf Akhlaqi adalah, Takhalli, Tahalli, Tajalli, Munajat, Murroqobah, memperbanyak dzikir dan wirid, mengingat mati, dan tafakkur.
Tokoh –tokoh dalam ajaran Tasawuf  yang paling terkenal pada masanya yaiti Hasan Al-Bashri dan Al-Ghazali, mereka dianggap berhasil dalam menyebarkan ajaran taswufnya masing-masing, akan tetapi tetap memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
B.     Saran-saran
Makalah ini tentunya msih jauh dari nilai kesempurnaan, karena di buat hanya sebatas khazanah pengetahuan kami itu pun denga referensi yang masih sangat minim. Oleh karena itu kritk dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. 2006. Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2.      Mukhtar Hadi, M.Si. 2009. Memahami Ilmu Tasawuf “Sebuah Pengantar Ilmu Tasawuf. Yogyakarta: Aura Media.
3.      Simuh. 1997. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
4.      Dr. M. Abdullah Dirroz  dan Drs. H. A. Mustofa. 2008. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia.
5.      Drs. Rosihon Anwar, M. Ag, dan Drs. Mukhtar Solihin, M. Ag. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.